Langsung ke konten utama

Surat Ultimatum untuk DPRD Sumenep dari Pemuda Kangean

Aksi Demonstrasi Warga Mendesak
Kepala Desa Untuk Menolak Eksploitasi Migas
(Dokumentasi: Istimewa)

Malang, LAPMI - Suara Rakyat Kepulauan Ditolak, Menuntut Sikap Resmi DPRD Sumenep Untuk menolak ekploitasi Migas di Kepulauan Kangean. Kepada Yang Terhormat, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD) KABUPATEN SUMENEP

Saya menyampaikan ini bukan hanya sebagai seorang pemuda, tetapi sebagai bagian dari generasi yang akan mewarisi dampak dari setiap keputusan yang Anda ambil hari ini. Dengan berat hati, saya harus menyatakan bahwa sikap pasif dan cenderung mendukung adanya wacana eksploitasi migas di Kepulauan Kangean adalah bentuk pengkhianatan terhadap suara rakyat dan masa depan ekologi-budaya daerah kepulauan Kangean.

Berikut adalah poin-poin kritik kritis yang harus bapak Dewan dapil 8 Kab Sumenep jawab:

1. Ketulian Politik terhadap Aspirasi Dasar Rakyat

Masyarakat Kangean telah secara jelas dan tegas menyuarakan penolakannya.Mulai dari nelayan, petani, tokoh adat, hingga pemuda, semuanya bersatu menyatakan kekhawatiran yang sama: ancaman terhadap sumber kehidupan mereka. Apakah fungsi perwakilan yang Bapak/Ibu emban bukanlah untuk menyalurkan aspirasi rakyat? Atau justru berubah menjadi corong bagi kepentingan investor dan proyek-proyek mercusuar yang abai terhadap keberlanjutan? Sikap DPRD yang terkesan mendorong atau diam seribu bahasa terhadap eksploitasi migas adalah delegitimasi terhadap diri sendiri sebagai wakil rakyat.

2. Kegagalan Melaksanakan Amanat Konstitusi

Pasal 33 UUD 1945 dengan tegas menyatakan bahwa bumi,air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Pertanyaannya: rakyat mana yang dimakmurkan? Jika rakyat Kangean sendiri menolak, lalu untuk siapa kemakmuran ini? Eksploitasi migas di wilayah ekosistem sensitif dan kearifan lokal yang kuat justru berpotensi memiskinkan rakyat dalam jangka panjang. DPRD justru seharusnya menjadi benteng konstitusi, bukan menjadi pemberi "stempel halal" bagi proyek yang berpotensi merampas kemakmuran rakyatnya sendiri.

3. Buta Terhadap Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)

Sudahkah DPRD meminta dan mengkaji secara mendalam Analisis Mengenai Dampak Lingkungan(AMDAL) yang independen dan komprehensif? Wilayah Kangean adalah habitat laut yang kaya, sumber mata pencaharian nelayan, dan pusat biodiversitas. Satu kali kebocoran atau tumpahan minyak dapat memusnahkan seluruh ekosistem perairan, menghancurkan mata pencaharian ribuan keluarga nelayan, dan mencemari sumber air bersih. Apakah DPRD sudah memiliki peta risiko dan rencana mitigasi yang jelas? Atau hanya berharap pada janji-janji manis perusahaan?

4. Mengabaikan Ancaman Disintegrasi Sosial dan Budaya

Kepulauan Kangean bukanlah lahan kosong.Ia adalah ruang hidup yang memiliki tatanan sosial, budaya, dan kearifan lokal yang telah turun-temurun. Kehadiran industri ekstraktif seperti migas seringkali diikuti oleh masuknya pekerja dari luar, yang berpotensi menimbulkan gesekan sosial, peningkatan harga pokok, dan degradasi moral. DPRD seharusnya menjadi perekat persatuan, bukan pemicu konflik vertikal (rakyat vs. penguasa) dan horizontal di masyarakat.

5. Visi Pembangunan yang Terbelakang dan Tidak Kreatif

Mengapa DPRD masih berpikir dengan paradigma lama bahwa kemakmuran hanya bisa datang dari mengeksploitasi SDA?Kepulauan Kangean memiliki potensi luar biasa di bidang ekonomi biru (kelautan berkelanjutan), ekowisata bahari, perikanan budidaya, dan energi terbarukan (matahari, angin, dan gelombang laut). Alih-alih mempertaruhkan segalanya untuk migas yang sifatnya sementara, mengapa DPRD tidak memimpin inisiatif untuk mendorong investasi pada sektor-sektor berkelanjutan ini? Ini menunjukkan kekurangan visi dan inovasi dalam merancang masa depan Sumenep.

Tuntutan dan Harapan:

1. Ambil Sikap yang Jelas: DPRD harus secara resmi menyatakan penolakan sebagaimana yang dilakukan Kepala Desa Kolo-Kolo terhadap eksploitasi migas di Kangean dan menyerukan moratorium hingga ada kajian yang benar-benar independen dan partisipatif.

2. Buat Perda Perlindungan: DPRD harus berinisiatif membuat Peraturan Daerah (Perda) yang melindungi wilayah pesisir dan kepulauan Sumenep dari kegiatan ekstraktif yang merusak, dengan fokus pada pengembangan ekonomi berkelanjutan.

3. Dengarkan Suara Rakyat: Ingatlah bahwa kekuasaan Bapak/Ibu adalah amanah. Pengkhianatan terhadap amanah ini akan memiliki konsekuensi politik dan sejarah.

Kami, generasi muda Sumenep, tidak akan diam menyaksikan warisan alam dan budaya nenek moyang kami dijual untuk keuntungan sesaat. Kami akan terus mengawasi, mengkritik, dan bergerak.

DPRD Sumenep, pilihlah: menjadi pahlawan pelindung rakyat dan alam, atau menjadi kaki tangan perusak masa depan.

Hormat Saya,

Seorang Pemuda biasa Peduli nasib Masa Depan Kepulauan Kangean.


Penulis : Moh Ilham Alfath K
Editor   : Fahrurrozi


Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERGURUAN TINGGI SEBAGAI PENYUMBANG DOSA DALAM DEMOKRASI INDONESIA

  Sahidatul Atiqah (Jihan) Departemen PSDP HMI  Komisariat Unitri Pada hakikatnya perguruan tinggi memiliki posisi strategis, yaitu menjadi instrumen mencerdaskan kehidupan bangsa.  Dari perguruan tinggi lahir generasi-generasi penerus yang berkapasitas baik untuk membangun dan meneruskan estafet kepemimpinan bagi sebuah bangsa. Selain itu perguruan tinggi memiliki tugas dan peran yang termuat dalam Tri Dharma salah satunya adalah pengabdian, perguruan tinggi memiliki ruang lingkup pengabdian yang luas, termasuk dalam ranah politik dan demokrasi yang membutuhkan kontribusi dari pihak-pihak terkait di perguruan tinggi. Dengan kata Lain kampus tidak hanya menjadi tempat menuntut ilmu tetapi juga menjadi garda terdepan dalam membentuk pemikiran kritis dan berpartisipasi aktif dalam mengawal demokrasi. Kampus tidak boleh mengabaikan keterlibatan dalam isu politik. Oleh karena itu, perguruan tinggi memiliki tanggung jawab moral untuk ikut serta dalam mengawasi, mengawal, dan m...

Sebuah Wacana Menjelang Pilkada 2024

  Zul Fahmi Fikar (Ketua Bidang Pemberdayaan dan Pembangunan Desa, HMI Cabang Malang) Kesejahteraan sebuah negara dilihat dari seorang pemimpinnya, demikian pula Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) harus dijadikan sebagai proses demokrasi yang sehat, kita sebagai masyarakat awam harus mampu menghindari politik transaksional yang membudaya di bangsa ini, agar pemilihan kepala daerah mendatang lebih bersih dan jauh dari kata curang, kotor dan lain sebagainya.  Karena 5 tahun ke depan bukan persoalan menang ataupun kalah dari kontestasi politik hari ini, akan tetapi bagaimana kita sama-sama fokus pada perubahan di setiap daerah yang kita tempati,berangkat dari itulah mengapa pentingnya kita sebagai warga negara Indonesia perlu jeli dalam menentukan pilihan, sebab dosa mendatang yang diperbuat oleh kepala daerah yang terpilih itu merupakan dosa besar kita bersama.  27 November 2024, pesta demokrasi akan diselenggarakan, yang mana kita sebagai masyarakat sama-sama berharap ...

Demi Party di Yudisium, Kampus UIBU Malang Poroti Mahasiswa

  Kampus UIBU Malang dan Surat Edaran tentang Pelaksanaan Yudisium Malang, LAPMI - Universitas Insan Budi Utomo Malang yang biasa disebut kampus UIBU akan menggelar acara yudisium dengan tarif 750.000. Sesuai informasi yang beredar yudisium tersebut akan digelar pada hari Rabu (14 Agustus 2024) dan akan dikonsep dengan acara Party/Dj. Hal tersebut membuat kontroversi di kalangan mahasiswa UIBU lantaran transparansi pendanaan yang tidak jelas dan acara yudisium yang dikonsep dengan acara party/DJ. Salah satu mahasiswa berinisial W angkatan 2020 saat diwawancarai mengatakan bahwa Yudisium yang akan digelar sangat tidak pro terhadap mahasiswa dan juga menyengsarakan mahasiswa dikarenakan kenaikan pembayaran yang tidak wajar dan hanya memprioritaskan acara Party/Dj. “Yudisium yang akan digelar ini konsepnya tidak jelas dan tidak pro mahasiswa, tahun lalu tarifnya masih 500.000 tapi sekarang naik 250.000 menjadi 750.000, teman-teman kami tentu banyak yang merasakan keresehan ini. Pihak...