Langsung ke konten utama

Guru Berkualitas Akan Menghasilkan Pendidikan Berdaya Saing

 

Muharam Amang
(Ketum HMI Kom KHD UIBU Malang)

Malang, LAPMI - Sekitar pada abad ke-7 sampai ke-11, Negara-negara Islam terdahulu sukses membuat Eropa dalam kegelapan. Kuncinya adalah PENDIDIKAN. Dengan memperbaiki sistem pendidikan saja itu sudah cukup, karena dengan sistem pendidikan yang baik dan tepat sesuai kebutuhan, akan menjawab semua permasalahan hidup. Letak kekurangan kita saat ini adalah pada hal itu, karena pada saat ini siswa dipukul rata, dituntut untuk bisa dan mampu di segala bidang, tanpa mengindahkan kemampuan spesifik siswa pada bidang tertentu yang potensial untuk dikembangkan.

Coba kita pikirkan, jika seorang siswa memiliki kemampuan komputer, namun ia tidak mendapatkan fasilitas untuk mendalami ilmu komputer, maka ia sudah kehilangan peluang emasnya. Siswa yang memiliki kemampuan dalam berbisnis, tapi ia tidak mendapatkan fasilitas untuk mengasah kemampuannya, ia juga sudah kehilangan peluang. Pendidikan di Indonesia memaksa siswa harus menguasai semua bidang ilmu pengetahuan, dan itu jelas kurang maksimal. Banyak juga Mahasiswa salah masuk jurusan, karena jurusan yang sesuai kemampuannya terhalang oleh biaya.

Pendidikan adalah sarana utama untuk mencapai tujuan negara, sebagaimana tertuang dalam UUD 1444 Alinea IV. Namun pelaksanaannya juga membutuhkan perbaikan dalam berbagai aspek seperti akses, kualitas, dan relevansi pendidikan, serta dukungan kebijakan yang memprioritaskan nilai "human capital"

Fokus pembahasan pada tulisan ini adalah Institut/ Fakultas/ Jurusan Keguruan dan Ilmu Pendidikan (KIP). Masuk jurusan Keguruan dan Ilmu Pendidikan (KIP) begitu mudah namun kualitas kurang baik, sehingga output-nya kurang memuaskan. Seharusnya masuk jurusan (KIP) benar-benar melalui proses yang disiplin dan ketat dari jurusan yang lain (bukan mendiskreditkan jurusan yang lain). Betul-betul disaring untuk mencari yang layak dan pelaksanaannya pun harus betul-betul mencetak tenaga pendidik, karena output-nya adalah guru dan mereka akan menjadi pendidik di tengah masyarakat.

Bagaimana bisa mencetak generasi terbaik, kalau pendidik belum baik? Jika GURU adalah sosok yang digugu dan ditiru, maka seharusnya mereka mendapat kelayakan dalam memenuhi kebutuhannya. Guru pada hari ini bukanlah seorang guru dalam artian esensialnya, karena mereka harus mengajar di tengah kesibukan mereka, menyelesaikan semua tugas administrasi dan tugas-tugas lain yang seharusnya bukan mereka yang mengerjakannya. Pada akhirnya mereka mengajar seperti dikejar, mereka mendidik seperti sedang dibidik.

Hal ini bukan tanpa alasan, ada seorang guru (tanpa saya sebutkan namanya) yang memilih berhenti dari profesinya sebagai guru, karena diberatkan oleh tugas. Seharusnya di sekolah adalah waktu bersama murid-muridnya dan di rumah adalah waktu bersama keluarganya, rupanya waktu di rumahnyapun tersita untuk menyelesaikan tugas sekolah, membuat ini, membuat itu, mengisi ini, mengisi itu, sangat memberatkan. Sudah begitu ia juga harus bekerja sampingan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, karena gaji guru sangat kecil dan tidak mencukupi.

Zaman semakin maju, adab dan perilaku manusia semakin terbelakang, bagaimana mungkin kita menjemput Indonesia emas? Pengetahuan mudah diakses, semangat belajar dan kecerdasan menurun, bagaimana mungkin kiranya menjemput Indonesia emas?

Untuk menghasilkan guru yang baik dan pelajar-pelajar yang berkualitas, penulis merasa hal-hal berikut ini perlu untuk diperhatikan sebagai evaluasi dan proyeksi ke depan;

1. Jurusan Keguruan dan Ilmu Pendidikan (KIP) harus melalui proses yang disiplin dan ketat

Bukan untuk mempersulit, tapi menyaring agar calon-calon guru yang betul-betul siap dan mumpuni untuk menjadi guru, agar kelak mereka memiliki kemampuan dan integritas dalam mengajar. Kampus bukan hanya sekedar mencetak ijazah, kampus juga bukan ladang bisnis, tapi kampus harus mencetak manusia yang berkualitas. Perguruan tinggi memiliki tanggung jawab yang besar terhadap masa depan anak bangsa.

2. Hapus Guru Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Honorer

Ketimpangan yang begitu nyata adalah membedakan guru PNS dan Honorer, yang sering terjadi adalah guru PNS bekerja sesuai kemauan karena merasa biaya hidupnya sudah ditanggung negara, sedangkan guru honorer gajinya sangat kecil sehingga harus bekerja lebih giat agar gajinya tidak terpotong, selain itu dia harus mempunyai kerjaan sampingan untuk memenuhi kebutuhannya. Betapa jauh ketimpangan ini. Maka guru adalah guru yang jangan dibedakan kedudukannya, dan hidupnya harus ditanggung negara dengan serius.

3. Tinggikan Bayaran Guru

Pekerjaan guru adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, demi mewujudkan salah satu tujuan negara Indonesia sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 Alinea IV, yang berarti sebuah upaya meningkatkan kecerdasan bangsa secara menyeluruh, baik aspek rasionalitas maupun moralitas, demi mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. Maka meninggikan bayaran guru adalah semata-mata agar mereka memfokuskan waktunya untuk mengajar demi tercapainya tujuan negara dan tidak memikirkan kebutuhan lainnya sebagaimana guru honorer diatas. Oleh karena itu, negara harus memiliki anggaran khusus untuk membiayai seluruh guru-guru di tanah air ini.

4. Penerimaan Guru di Lembaga Pendidikan harus betul-betul disaring

Calon guru harus memiliki kapasitas di bidangnya dan harus diuji kemampuannya. Agar guru yang diterima di suatu institusi adalah yang betul-betul mengajar dan mencerdaskan serta menjadi teladan yang baik, bukan guru yang asal mengajar maupun sekedarnya. Oleh karena itu, untuk menjadi guru harus memenuhi kriteria-kriteria tertentu yang menunjukkan kelayakan mengajar.

5. Pelajar harus Dipetakan Berdasarkan Kemampuan dan Dilengkapi Fasilitas Pendukung

Sebagaimana disebutkan di awal, maka pelajar yang memiliki kemampuan komputer harus difasilitasi, begitupun pelajar yang memiliki kemampuan kelistrikan, perhitungan, fisika, kimia, dan lain sebagainya harus difasilitasi, guna mengembangkan kemampuan pelajar, sehingga pendidikan menjadi lebih efektif dan efisien, selain itu juga agar peserta didik memiliki kemampuan untuk bersaing berdasarkan kemampuannya.

6. Gratiskan Pendidikan

Ada banyak anak negeri berbakat yang terputus pendidikannya karena akses yang susah dan biaya yang tidak terjangkau, karena kemiskinan di Indonesia masih relatif tinggi, terutama di daerah-daerah pelosok. Maka menggratiskan pendidikan agar semua orang dapat merasakan pendidikan tanpa ada perbedaan. Yang mampu tak perlu merendahkan yang kurang mampu dan yang kurang mampu tak merasa minder dengan yang lain, yang dari kota tak perlu merendahkan yang dari pedesaan dan yang dari pedesaan tidak perlu minder.

7. Membentuk tim khusus untuk membuat Rencana Pembelajaran Semester (RPS) dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Tim khusus ini juga memantau pencapaian pembelajaran, jika hasil kurang maksimal maka tim khusus tersebut akan mengevaluasi guru dan RPP. Dalam satu kelas, tidak semua siswa memiliki kecerdasan dan daya tangkap yang sama, ada yang cepat dan ada yang lambat. Hal-hal seperti itu harus ditangani dengan serius, agar proses pembelajaran dapat dicapai sesuai harapan. Sejauh mana keberhasilan siswa dalam menerima pelajaran, guna mengevaluasi itu guru perlu membicarakan dengan tim khusus tersebut agar RPP dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan siswa.

Untuk mencapai semua gagasan diatas, penyelenggara negara harus lebih serius dalam mengatur negara, memberantas korupsi, dan mengelola SDM untuk kemaslahatan rakyat. Negara yang kaya tapi dikelola oleh orang yang tidak bertanggung jawab, pendapatan negara dimasukkan ke kantong pribadi dan kelompok, lalu membebani rakyat dengan pajak. Ibnu Khaldun mengatakan bahwa, tanda negara akan runtuh adalah tingginya pajak. Di sisi lain, bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai para pahlawan. Bagaimana kita bisa jadi bangsa yang besar kalau masih mengamalkan tanda runtuhnya negara, pendidikan yang masih terbelakang, korupsi merajalela? Sekian!


Penulis : Muharam Amang
Editor    : Amrozi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERGURUAN TINGGI SEBAGAI PENYUMBANG DOSA DALAM DEMOKRASI INDONESIA

  Sahidatul Atiqah (Jihan) Departemen PSDP HMI  Komisariat Unitri Pada hakikatnya perguruan tinggi memiliki posisi strategis, yaitu menjadi instrumen mencerdaskan kehidupan bangsa.  Dari perguruan tinggi lahir generasi-generasi penerus yang berkapasitas baik untuk membangun dan meneruskan estafet kepemimpinan bagi sebuah bangsa. Selain itu perguruan tinggi memiliki tugas dan peran yang termuat dalam Tri Dharma salah satunya adalah pengabdian, perguruan tinggi memiliki ruang lingkup pengabdian yang luas, termasuk dalam ranah politik dan demokrasi yang membutuhkan kontribusi dari pihak-pihak terkait di perguruan tinggi. Dengan kata Lain kampus tidak hanya menjadi tempat menuntut ilmu tetapi juga menjadi garda terdepan dalam membentuk pemikiran kritis dan berpartisipasi aktif dalam mengawal demokrasi. Kampus tidak boleh mengabaikan keterlibatan dalam isu politik. Oleh karena itu, perguruan tinggi memiliki tanggung jawab moral untuk ikut serta dalam mengawasi, mengawal, dan m...

Sebuah Wacana Menjelang Pilkada 2024

  Zul Fahmi Fikar (Ketua Bidang Pemberdayaan dan Pembangunan Desa, HMI Cabang Malang) Kesejahteraan sebuah negara dilihat dari seorang pemimpinnya, demikian pula Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) harus dijadikan sebagai proses demokrasi yang sehat, kita sebagai masyarakat awam harus mampu menghindari politik transaksional yang membudaya di bangsa ini, agar pemilihan kepala daerah mendatang lebih bersih dan jauh dari kata curang, kotor dan lain sebagainya.  Karena 5 tahun ke depan bukan persoalan menang ataupun kalah dari kontestasi politik hari ini, akan tetapi bagaimana kita sama-sama fokus pada perubahan di setiap daerah yang kita tempati,berangkat dari itulah mengapa pentingnya kita sebagai warga negara Indonesia perlu jeli dalam menentukan pilihan, sebab dosa mendatang yang diperbuat oleh kepala daerah yang terpilih itu merupakan dosa besar kita bersama.  27 November 2024, pesta demokrasi akan diselenggarakan, yang mana kita sebagai masyarakat sama-sama berharap ...

Demi Party di Yudisium, Kampus UIBU Malang Poroti Mahasiswa

  Kampus UIBU Malang dan Surat Edaran tentang Pelaksanaan Yudisium Malang, LAPMI - Universitas Insan Budi Utomo Malang yang biasa disebut kampus UIBU akan menggelar acara yudisium dengan tarif 750.000. Sesuai informasi yang beredar yudisium tersebut akan digelar pada hari Rabu (14 Agustus 2024) dan akan dikonsep dengan acara Party/Dj. Hal tersebut membuat kontroversi di kalangan mahasiswa UIBU lantaran transparansi pendanaan yang tidak jelas dan acara yudisium yang dikonsep dengan acara party/DJ. Salah satu mahasiswa berinisial W angkatan 2020 saat diwawancarai mengatakan bahwa Yudisium yang akan digelar sangat tidak pro terhadap mahasiswa dan juga menyengsarakan mahasiswa dikarenakan kenaikan pembayaran yang tidak wajar dan hanya memprioritaskan acara Party/Dj. “Yudisium yang akan digelar ini konsepnya tidak jelas dan tidak pro mahasiswa, tahun lalu tarifnya masih 500.000 tapi sekarang naik 250.000 menjadi 750.000, teman-teman kami tentu banyak yang merasakan keresehan ini. Pihak...