![]() |
Direktur Bidang Advokasi LKBHMI Faris menyampaikan materi(kanan) bersama Pegiat Gerakan Sosial Coki Basil(kedua kanan) dan Gubernur Dema FSH UIN Malang Ahmad Dani Nur Ardiansyah(kedua kiri) |
(Mahasiswa Malang merawat ingatan lewat nobar dan diskusi publik. Seusai acara, para tokoh menegaskan pentingnya keberanian untuk melawan lupa)
Malang, LAPMI – Selasa malam (30/9), Maliki Plaza menjadi ruang refleksi. Puluhan mahasiswa berkumpul mengikuti pemutaran film dokumenter 'Mantra Berbenah: Saatnya Reformasi Polisi?'. Film itu menyingkap wajah kelam aparat, dari praktik represif hingga pelanggaran HAM yang tak kunjung dituntaskan negara.
Begitu layar padam, diskusi publik dimulai. Acara bertajuk 'Refleksi #SeptemberHitam: Merawat Ingatan, Memperjuangkan Keadilan HAM yang Terbungkam' ini digelar oleh Himpunan Mahasiswa Program Studi Hukum Tata Negara (HMPS HTN) dan Senat Mahasiswa Fakultas Syariah (SEMA F Syariah). Tiga narasumber hadir: Ahmad Dani Adriansyah (Gubernur Dema Fakultas Syariah), Faris (Direktur Bidang Advokasi LKBHMI), dan Coki Basil (pegiat sosial).
Diskusi berlangsung hangat hingga larut malam. Seusai acara, para tokoh yang hadir menyampaikan pandangannya kepada tim penyelenggara. Ahmad Dani Adriansyah menekankan pentingnya merawat tradisi intelektual di kalangan mahasiswa. "Semoga mahasiswa, terutama Fakultas Syariah, selalu menghidupkan kajian dan diskusi lebih intens dan semangat lagi" ujarnya.
Dayis, Ketua HMPS HTN, berharap refleksi ini menjadi energi keberanian generasi muda. "Semoga melalui refleksi September Hitam ini, kita tidak hanya merawat ingatan atas luka masa lalu, tetapi juga terus menguatkan komitmen memperjuangkan keadilan HAM yang kerap dibungkam. Harapannya, generasi muda seperti kita mampu menjadi suara keberanian yang melawan lupa dan ketidakadilan" harapnya.
Nada lebih tegas datang dari Faris. "September Hitam adalah bukti nyata pelanggaran HAM ketika aparat negara menggunakan kekerasan represif terhadap warga sipil yang menyalurkan hak konstitusionalnya. Itu bertentangan dengan UUD 1945, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, serta prinsip-prinsip hukum internasional yang telah diratifikasi Indonesia. Negara wajib bertanggung jawab dan memastikan tragedi serupa tidak pernah terulang kembali. Jadi, selama pelaku kekerasan dibiarkan bebas, demokrasi kita masih berdarah. Keadilan hanya hidup jika keberanian rakyat terus menyala" ujarnya lantang.
Coki Basil menutup dengan nada optimistis. "Harapannya sih setelah mengikuti kegiatan tadi, teman-teman bisa punya semangat lebih, bisa mempertahankan konsistensinya untuk sama-sama mengawal apa yang jadi harapan kita, yaitu sistem penegakan hukum yang lebih baik" harapnya.
Sementara itu, Syauqi, perwakilan dari Senat Mahasiswa Fakultas Syariah (SEMA F Syariah), menegaskan posisi mahasiswa sebagai garda moral. '"Refleksi September Hitam ini bukan hanya soal mengingat tragedi, tapi juga bagaimana mahasiswa bisa mengambil peran nyata. Harapan saya, Fakultas Syariah menjadi garda terdepan dalam membangun kesadaran kritis, memperkuat keberanian moral, dan terus menjaga api perjuangan HAM agar tidak pernah padam" ujarnya.
Malam itu, diskusi berakhir, tapi gema percakapan masih terasa di lorong keluar Maliki Plaza. Refleksi September Hitam di Malang bukan sekadar menonton dan berdiskusi, melainkan ikhtiar kolektif merawat ingatan, menyalakan keberanian, dan meneguhkan tekad untuk menuntut keadilan.
Editor : M Ali Makki
Komentar
Posting Komentar