![]() |
Muhammad Nur Ghazali (Kader HMI Kom ISIP UMM) |
Malang, LAPMI- Kepemimpinan transformasional merupakan seorang pemimpin yang memiliki strategi, peran sentral dan kharisma dalam mengelola dan membawa suatu organisasi untuk mencapai tujuan bersama. Kepemimpinan model ini mengarah kepada proses membangun komitmen dalam mencapai tujuan organisasi dan memberikan kepercayaan kepada anggota untuk bekerja sama mewujudkan tujuan tersebut. Dalam model ini juga mempelajari bagaimana cara pemimpin melakukan inovasi dalam menata struktur organisasi dan menciptakan budaya baru serta menawarkan strategi-strategi manajemen untuk mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan model ini juga disebut sebagai seseorang yang membuat perubahan positif dalam aktivitas organisasi dan membantu organisasi dan kader dalam melakukan perubahan tersebut dalam skala besar. Kepemimpinan transformasional juga dapat diartikan sebagai kemampuan seorang pemimpin dalam memotivasi kerja, mengubah lingkungan kerja, pola kerja dan nilai-nilai yang terapkan pada anggota sehingga dapat meningkatkan dan mengoptimalkan kinerja pekerjaannya untuk mencapai tujuan organisasi. Dalam hal ini juga berupaya untuk mentransformasikan nilai-nilai yang diikuti oleh anggotanya dalam mendukung visi dan misi sebuah organisasi.
Menurut Robbins kepemimpinan transformasional merupakan teori kepemimpinan kontemporer yang ditingkatkan oleh James McGroger Burns. Burns mengatakan bahwa kepemimpinan transformasional adalah ketika pemimpin dan anggotanya secara konsisten bekerja untuk mencapai tingkat moralitas dan motivasi yang lebih tinggi dari pada sebelumnya. Menurut Hakim kepemimpinan transformasional adalah mengaktualisasikan kembali anggota dan organisasinya secara menyeluruh daripada memberikan perintah menggunakan sistem dari atas ke bawah (top-down). Dalam kepemimpinan transformasional seorang pemimpin lebih memosisikan dirinya sebagai mentor yang menyediakan dirinya untuk menampung aspirasi inovasi dari anggotanya. Menurut Bass kepemimpinan transformasional terjadi ketika anggotanya merasakan kepercayaan, loyalitas, kekaguman dan martabat terhadap pemimpinnya dan terinspirasi untuk melampaui apa yang telah mereka impikan dan inginkan sebelumnya. Berdasarkan beberapa deskripsi dan definitif diatas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan transformasional merupakan proses kepemimpinan yang membawa perubahan melalui visi-misi yang jelas dan melibatkan anggotanya dalam setiap aktivitas, serta sikap karismatik sebagai instrumen antara pemimpin dan anggotanya. Sederhananya kepemimpinan transformasional adalah pemimpin yang memberikan peluang sebesar-besarnya terhadap anggotanya untuk melakukan inovasi bagi organisasi.
Organisasi mahasiswa terdiri dari dua macam organisasi, yakni organisasi mahasiswa intra kampus dan organisasi mahasiswa ekstra kampus. Organisasi mahasiswa intra kampus berkedudukan dalam kampus seperti organisasi himpunan mahasiswa jurusan, organisasi kerohanian, organisasi olahraga, organisasi pecinta alam dan seterusnya. Organisasi mahasiswa ekstra kampus berkedudukan di luar kampus dan memiliki ruang lingkup lebih luas yang mencakup nasional dan regional. Seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), Forum Mahasiswa Nasional (FMN), dan seterusnya. HMI merupakan organisasi mahasiswa tertua yang didirikan pada tanggal 05 Februari 1947 di Yogyakarta oleh Lafran Pane mahasiswa sekolah tinggi Islam. HMI didirikan atas dasar rasa kepedulian terhadap kondisi umat Islam, bangsa Indonesia dan situasi dunia perguruan tinggi dan kemahasiswaan. HMI merupakan organisasi kemahasiswaan dan kepemudaan yang memosisikan Islam sebagai dasar Ideologinya, kampus sebagai tempat aktivitasnya dan mahasiswa Islam sebagai syarat keanggotaannya.
Kontribusi HMI terhadap bangsa Indonesia, perguruan tinggi, dan umat Islam di Indonesia sudah tidak perlu diragukan lagi sedari berdirinya hingga saat ini. Garis terjangnya mulai dari fase konsolidasi dan berdirinya HMI, sampai dengan fase pengembangan organisasi telah mengalami banyak dinamika organisasi baik dari hanya sekedar memegang toa dan menyuarakan keadilan sampai dengan menjadi pasukan korps mahasiswa yang ikut membantu pemerintah untuk bersama-sama memegang senjata menumpaskan PKI di Madiun yang membekaskan dendam PKI terhadap HMI hingga saat ini. Terdapat sembilan fase perjuangan HMI yakni fase konsolidasi spiritual, fase pengukuhan, fase perjuangan bersenjata, fase pertumbuhan dan perkembangan HMI, fase tantangan, fase kebangkitan HMI sebagai pelopor orde baru, fase pembangunan, fase pergolakan dan pembaharuan pemikiran, fase reformasi. Melalui fase-fase perjuangan tersebut sudah kentara bahwa HMI merupakan organisasi yang ajek baik secara struktural maupun ideologi. Secara struktural sudah mempunyai konstitusi yang terus diperbaharui tiap dua tahun sekali melalui kongres yang tertera dalam Ad pasal sebelas dan secara ideologi memiliki Nilai Dasar Perjuangan (NDP) sebagai pedoman perkaderan HMI yang kaya akan nilai spiritual, kemanusiaan, dan alam.
Secara struktural dan konsepsi nilai ideologi HMI kalau tidak berlebihan bisa dikatakan sudah matang dan ajek. Namun dalam implementasinya untuk menjalankan roda organisasi HMI ini memiliki banyak tantangan dan dinamika terutama dalam hal taktis kepemimpinan manajemen organisasi atau secara manajerial. Sering molornya waktu ketika ada kegiatan, kurang efisiensi waktu dalam kerja-kerja keorganisasian seperti rapat presidium, rapat bidang, dan seterusnya. Terbebani dengan banyaknya administrasi organisasi hingga sampai pada permasalahan kurangnya partisipasi kader dalam mengikuti kegiatan, permasalahan internal pengurus, menurunnya minat mahasiswa untuk mengikuti organisasi mahasiswa ekstra kampus khususnya HMI sehingga terkadang kader hanya mengurusi permasalahan-permasalahan manajerial yang tidak kunjung selesai. Dalam pasal empat tentang tujuan HMI yakni “terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang di Ridhoi oleh Allah Subhanahu Wata’ala” Juga dalam pasal sembilan terkait peran HMI yakni sebagai organisasi perjuangan. Permasalahan manajerial terkadang menghambat kader untuk fokus terhadap permasalahan yang lebih besar seperti permasalahan umat Islam yang diterpa arus westernisasi dan modernisasi, permasalahan bangsa Indonesia yakni ketidakpercayaan kolektif masyarakat terhadap peran pemerintah, permasalahan ekonomi, hingga permasalahan perguruan tinggi yakni kapitalisme akademik dan komersialisasi pendidikan.
Semua ini, perubahan dan perbaikan bagi umat Islam, bangsa Indonesia dan perguruan tinggi merupakan tujuan mulia dari HMI yang harus diperjuangkan. Oleh karena itu agar permasalahan taktis atau manajerial tidak menghambat cita-cita atau tujuan yang lebih besar, penulis akan memfokuskan pembahasannya pada bagaimana strategi menuju kepemimpinan transformatif Himpunan Mahasiswa Islam?
Kepemimpinan Transformasional dan Lima Kualitas Insan Cita
Menurut Bass dan Aviola terdapat empat dimensi dalam level kepemimpinan transformasional, yakni konsep 4I, konsep ini terdiri dari Idealiced Influence, Inspirational motivation, intellectual stimulation dan individual consideration. Adapun penjelasannya sebagai berikut:
a) Idealized Influence, pengaruh ideal atau perilaku pemimpin yang diidealkan, hal ini mengacu pada pemimpin yang memiliki kekuatan yang tinggi seperti pada aspek percaya diri, konsisten, komitmen, visi-misi, kerja keras, dan cakap dalam menampilkan ide yang hebat. Pemimpin transformasional dalam hal ini dapat membangkitkan motivasi yang tinggi terhadap seluruh komponen organisasi, seperti halnya pemahaman kader atau anggota tentang visi-misi dan tujuan organisasi yang ia pimpin juga membangkitkan solidaritas bersama untuk menjadi satu kesatuan organisasi yang kompak dan hebat dalam mencapai tujuan bersama. Solidaritas, satu visi dan misi dapat membuat pemimpin model ini dipuji dan dikagumi oleh anggotanya, sehingga menimbulkan kepercayaan bagi organisasinya dalam mencapai tujuan.
b) Inspirational Motivation atau motivasi inspirasional merupakan perilaku pemimpin yang dapat mengkomunikasikan harapan yang tinggi, menyampaikan visi bersama dengan cara yang menarik untuk memfokuskan kinerja anggota dan menginspirasi anggotanya untuk mencapai tujuan dan menghasilkan kemajuan penting bagi organisasinya. Konsep ini menunjukkan kepemimpinan yang efektif dari aspek mengubah perilaku negatif menjadi perilaku positif, memotivasi dan menginspirasi anggota dan komponen organisasi yang lain untuk bergerak bersama. Juga mampu menjangkau sesuatu yang mustahil untuk digapai dengan meyakinkan seluruh komponen organisasi dengan sikap keluhurannya, pandangan hidup dan prinsip kerja yang optimal. Yang ditekankan dalam konsep ini adalah pemimpin bersama dengan anggotanya serta komponen lainnya bisa mencapai target yang dicita-citakan.
c) Intellectual Stimulation atau simulasi intelektual merupakan perilaku pemimpin yang dapat meningkatkan kecerdasan anggotanya untuk menghasilkan kreativitas dan inovasi mereka, meningkatkan rasionalitas dan pemecahan masalah secara cermat. Pemimpin dalam hal ini harus memiliki ide-ide kreatif di tengah tingginya persaingan antar organisasi. Ide kreatif ini untuk menggali ciri khas dari organisasi atau kelebihan dan peluang yang bisa ambil peran daripada organisasi lainnya. Sinkronisasi ide yang kreatif antara pemimpin dan anggotanya akan menjadi kekuatan dalam kepemimpinan transformasional.
d) Individual Consideration atau pertimbangan Individual merupakan perilaku pemimpin yang memberikan perhatian pribadi kepada anggotanya. Memperlakukan masing-masing bawahan secara individual sebagai seorang Individu dengan kebutuhan, kemampuan, dan aspirasi yang berbeda, juga melatih dan memberikan saran tidak dipandang lagi hanya sebatas karyawan atau petugas program kerja, akan tetapi terdapat pendekatan secara emosional kepada masing-masing individu anggotanya. Konsep ini dalam kepemimpinan transformasional memperlakukan masing-masing anggotanya sebagai individu dan mendampingi mereka, memonitor dan menumbuhkan peluang.
Menurut Erik Rees dalam kepemimpinan transformasional terdapat prinsip-prinsip yang harus diciptakan oleh seorang pemimpin yakni:
a) Simplifikasi, kesuksesan dari kepemimpinan di mulai dengan sebuah visi yang akan menjadi cermin dan tujuan bersama. Keterampilan dan kemampuan dalam mendeskripsikan visi secara jelas, praktis dan tentunya transformasional yang bisa menjawab ke mana untuk melangkah, menjadi hal yang utama dan urgen untuk diimplementasikan.
b) Motivasi, mampu mendapatkan komitmen dari setiap anggota yang terlibat dalam visi yang sudah dijelaskan merupakan hal yang kedua yang perlu pemimpin lakukan. Ketika pemimpin transformasional dapat menciptakan suatu sinergitas di dalam organisasi, ia juga harus dapat mengoptimalkan, memotivasi dan memberikan energi kepada setiap anggotanya. Dalam praktiknya dapat berupa pekerjaan yang menantang juga memberikan peluang bagi anggotanya untuk terlibat dalam proses kreativitas, baik dalam hal menyampaikan usulan atau mengambil keputusan dalam pemecahan masalah, oleh karena itu akan memberikan nilai tambah tersendiri bagi anggotanya.
c) Fasilitasi, dalam hal ini kemampuan untuk secara efektif memfasilitasi pembelajaran yang terjadi dalam organisasi secara kelembagaan, kelompok maupun individual. Hal tersebut akan memiliki dampak pada semakin bertambahnya modal intelektual dari setiap orang yang berpartisipasi di dalamnya.
d) Mobilitasi, mengoptimalkan sumber daya yang ada guna melengkapi dan memperkukuh setiap anggota yang berpartisipasi di dalamnya untuk mencapai visi dan tujuan. Pemimpin transformasional akan selalu mengupayakan anggotanya yang penuh dengan tanggung jawab.
e) Siap Siaga, kemampuan untuk selalu siap belajar tentang diri mereka sendiri dan menyambut perubahan paradigma baru yang positif.
f) Tekad, yakni komitmen yang sangat kuat untuk bertahan sampai akhir, tekad bulat dalam menyelesaikan sesuatu dengan baik dan tuntas. Dalam hal ini perlu juga di dukung oleh pengembangan disiplin spiritualitas, emosi, dan fisik serta komitmen yang tinggi.
Terdapat lima kualitas insan cita Himpunan Mahasiswa Islam yakni insan akademis, insan pencipta, insan pengabdi, insan yang bernafaskan Islam, insan yang bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang di Ridhoi oleh Allah SWT. kualitas insan cita ini di standarisasi dalam 17 kriteria kualitas insan cita HMI yakni:
a) Kualitas Insan Akademis. memiliki kemampuan teoritis, mampu memformulasikan apa yang diketahui dan dirahasiakan, sanggup berdiri sendiri dengan lapangan ilmu pengetahuan yang sesuai dengan ilmu yang dimilikinya, baik secara teoritis maupun teknis juga mampu bekerja secara ilmiah yakni secara bertahap, teratur dan mengarah pada tujuan sesuai dengan prinsip-prinsip perkembangan.
b) Kualitas Insan Pencipta: Insan akademis, insan pencipta yakni mampu melihat kemungkinan-kemungkinan yang lain melebihi dari sekedar yang ada dan memiliki antusiasme yang besar untuk menciptakan bentuk-bentuk baru yang lebih baik dan bersikap dengan bertolak dari yang ada (Allah SWT). memiliki jiwa penuh dengan gagasan dan kemajuan dengan selalu mencari perbaikan dan pembaharuan, bersifat independen, terbuka, tidak isolatif, insan yang menyadari potensi, oleh karena itu kreativitasnya berkembang dan menentukan bentuk-bentuk yang indah, dengan memiliki kemampuan akademis dan mampu melaksanakan kerja-kerja kemanusiaan yang disemangati dengan ajaran Islam.
c) Kualitas Insan Pengabdi: insan akademis, insan pencipta, insan pengabdi yakni ikhlas dan sanggup berkarya demi kepentingan umat dan bangsa, sadar akan tugas dengan mengemban insan pengabdi, bukan hanya sanggup membuat dirinya baik tetapi membuat kondisi sekelilingnya juga menjadi baik, insan akademis, insan pencipta, insan pengabdi ialah insan yang bersungguh-sungguh untuk mewujudkan cita-cita dan ikhlas mengamalkan ilmunya demi kepentingan umat dan bangsa.
d) Kualitas Insan yang Bernafaskan Islam: insan akademis, pencipta, dan pengabdi yang bernafaskan Islam. Islam yang telah menjiwai dan memberikan pedoman pada pola pikir dan pola perilaku tanpa memakai merek Islam, Islam menjadi pedoman dalam berkarya dan mencipta sejalan dengan nilai-nilai universal Islam. Oleh karena itu Islam telah menjadi nafas jiwa dan karyanya. Juga ajaran Islam telah berhasil membentuk “unity personality” dalam dirinya. Nafas Islam telah membentuk pribadinya yang utuh, tercegah dari split personality yang tidak pernah ada dilema dalam diri kader sebagai warga negara dan dirinya sebagai umat muslim. Kualitas insan ini telah mengintegrasikan masalah suksesnya pembangunan nasional bangsa ke dalam suksesnya perjuangan umat Islam Indonesia dan sebaliknya.
e) Kualitas Insan yang Bertanggung Jawab Atas Terwujudnya Masyarakat Adil Makmur Yang di Ridhoi Oleh Allah SWT. Insan akademis, pencipta dan pengabdi yang bernafaskan Islam yang bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang di Ridhoi oleh Allah SWT. memiliki watak yang mampu memikul akibat-akibat dari perbuatannya dan sadar dalam menempuh jalan yang benar diperlukan adanya keberanian moral. Spontan dalam menghadapi tugas, responsif dalam menghadapi persoalan dan jauh dari sikap apatis. Rasa tanggung jawab, Taqwa kepada Allah SWT, yang menggugah untuk berperan aktif dalam suatu bidang dalam mewujudkan masyarakat adil makmur yang di Ridhoi oleh Allah SWT. evaluatif dan selektif terhadap setiap langkah yang berlawanan dengan usaha mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur juga percaya diri dan sadar akan kedudukannya sebagai “khalifah fil ard” yang harus melaksanakan tugas-tugas kemanusiaan.
Pada intinya Insan cita merupakan “man of future” insan pelopor yakni insan yang memiliki pikiran luas dan berpandangan jauh, bersikap terbuka, terampil atau ahli dalam bidangnya, ia menyadari apa yang menjadi cita-citanya dan tahu bagaimana mencari ilmu perjuangan untuk secara kooperatif bekerja sesuai dengan apa yang telah dicita-citakan. Mereka adalah manusia-manusia yang beriman, berilmu dan mampu beramal saleh dalam kualitas yang maksimal atau yang disebut dengan insan kamil. Dari lima kualitas insan cita HMI ini secara fundamental harus memahami tiga kualitas insan cita yakni insan akademis, insan pencipta, insan pengabdi. Tiga kualitas insan cita ini merupakan insan Islam yang terefleksikan dalam sikap yang senantiasa bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang di Ridhoi oleh Allah SWT.
“Innovate or Die”, Inovasi atau Mati
Inovasi atau mati, istilah ini sering dipakai oleh sektor swasta dalam kewirausahaan karena melihat persaingan antar kompetitor yang begitu ketat sehingga mengharuskan mereka untuk selalu melakukan inovasi untuk sesuai dengan perkembangan zaman dan permintaan pasar. Salah satu dari tipologi inovasi adalah inovasi organisasi yakni menciptakan metode baru dalam mengelola, mengoordinasi, dan mengawasi anggota, kegiatan dan tanggung jawab. Dalam konteks organisasi HMI inovasi organisasi merupakan hal yang tidak bisa ditawar, meskipun HMI merupakan salah satu organisasi mahasiswa tertua di Indonesia yang umurnya tidak beda jauh dari kemerdekaan Indonesia dan sudah memiliki basis nilai dan struktural yang sudah matang, HMI juga harus melakukan inovasi organisasi. Organisasi seperti HMI tidak akan pernah merasa akan mati walaupun tidak memiliki inovasi sekecil apapun, tanpa inovasi mungkin HMI tidak akan merasa mati atau dibubarkan, akan tetapi HMI akan kehilangan kepercayaan dan legitimasi dari masyarakat. Jika HMI menempatkan inovasi ini di area yang sifatnya opsional, pilihan saja. Maka akan sulit untuk mengimplementasikan dan mewujudkan tujuan yang ingin dicapai bersama.
Sudah dijelaskan di muka bahwa HMI secara basis nilai dan struktural sudah ajek, dari segi nilai, aturan itu adalah Nilai Dasar Perjuangan (NDP), sedangkan dari segi operasional organisasi adalah AD/ART HMI, pedoman perkaderan, dan pedoman serta ketentuan organisasi lainnya, HMI memiliki tujuan yang terbagi menjadi lima kualitas insan cita. Hal ini membuktikan bahwa secara nilai HMI dalam memimpin organisasi sudah memiliki basis nilai yang kuat, seyogyanya fondasi dalam melakukan transformasi kepemimpinan melalui inovasi organisasi termaktub dalam tiga kualitas insan cita HMI yakni insan akademis, insan pencipta dan insan pengabdi. Organisasi HMI baik ketua umum, pengurus dan anggota sudah dibekali dengan implementasi tiga kualitas insan cita tersebut. Sebagai pemimpin harus memiliki kemampuan teoritis yang dibekali dengan ilmu pengetahuan yang kuat, juga mampu melihat kemungkinan-kemungkinan yang lain atau secara sederhana bisa melihat kelebihan, kelemahan, peluang dan tantangan yang dihadapi oleh organisasinya di tengah arus globalisasi yang pesat. Juga sebagai pemimpin tidak mengikhlaskan jiwa dan raganya untuk mengabdi kepada organisasi secara mikro dan kepada umat dan bangsa Indonesia secara makro.
Secara nilai HMI kalau tidak berlebihan sudah memiliki fondasi nilai yang kuat namun permasalahan di lapangan atau realitasnya tidak demikian. Beberapa mahasiswa yang ikut organisasi tidak bisa mengatur skala prioritas antara organisasi, kampus, dan juga hubungan sosial masyarakat. Ada yang hanya fokus dalam kampus, ada yang hanya fokus dalam organisasi, dan ada juga yang hanya berfokus pada relasi sosial saja. Seyogyanya ketiga dimensi antara kampus, organisasi dan relasi sosial harus seimbang. Pertanyaannya kemudian mahasiswa yang hanya fokus dalam organisasi sehingga terbengkalai kampus dan relasi sosialnya apakah individunya yang tidak bisa mengatur skala waktu prioritas atau organisasinya yang kurang bisa mengatur teknis atau taktis dalam manajerial organisasinya. Problematiknya adalah waktu kegiatan dan rapat-rapat yang sering memakan waktu banyak sehingga tidak kondusif untuk berpindah pada kegiatan produktif lainnya, juga terbebani dalam administrasi organisasi yang pada awalnya tujuannya adalah profesionalitas kader dalam menduduki bidangnya. Sehingga hal ini menimbulkan efek bola salju terhadap perspektif orang lain untuk tidak mengikuti organisasi mahasiswa ekstra kampus umumnya dan HMI khususnya dan menimbulkan turunnya minat organisasi mahasiswa terhadap organisasi mahasiswa ekstra kampus.
Permasalahan yang teknis dan taktis dalam manajerial ini membuat kader hanya mengurusi permasalahan manajerial saja sampai sedikit abai terhadap tujuan keislaman dan kebangsaan yang dicita-citakan. Sehingga membuat kader atau mahasiswa berpindah pada organisasi atau kegiatan yang memiliki sistem manajerial yang baik dan memiliki disiplin waktu yang baik pula dengan tujuan dan dampak yang lebih realistis. Misalnya Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yakni program yang dicanangkan oleh menteri pendidikan dan kebudayaan yang bertujuan untuk mendorong mahasiswa untuk menguasai berbagai keilmuan sebagai bekal memasuki dunia kerja. Program ini mendapatkan reaksi pro kontra di antara mahasiswa, yang pro mengatakan bahwa program ini lebih besar dampaknya atau berdampak nyata bagi karier mahasiswa setelah lulus karena mahasiswa dijadikan subjek dalam implementasi program ini. Bagi yang kontra dari program ini mereka berargumen bahwa mahasiswa butuh kematangan ilmu pengetahuan secara teoritis (intellectual movement) sebelum terjun dalam dunia kerja atau praktik.
Argumen sebagian mahasiswa lainnya bahwa mahasiswa kurang kritis dalam menanggapi permasalahan sosial karena tidak matang secara intelektual dan di desain untuk sesuai dengan permintaan pasar. Bagi sebagian mahasiswa yang kontra dalam program ini berargumen bahwa program ini membuat minat organisasi mahasiswa turun khususnya minat organisasi mahasiswa ekstra kampus yakni HMI. Peristiwa ini bukan tentang pro dan kontra mahasiswa dalam menanggapi program tersebut. Program ini dan organisasi mahasiswa bukan di hantam satu sama lain, namun berjalan beriringan untuk ekuilibrium antara kampus, organisasi dan relasi sosial. Pertanyaan selanjutnya apa yang akan ditawarkan oleh organisasi mahasiswa ekstra untuk mendukung satu sama lain program ini. Apakah HMI merespons hal ini. Apa harapan lainnya yang ditawarkan atau yang spesial dari HMI untuk berjalan beriringan dengan program kampus ini, inovasi manajerial seperti apa yang ditawarkan oleh HMI untuk setidaknya berbeda atau unggul untuk berjalan beriringan dengan program ini, sehingga juga membedakan kultur budaya manajerial dengan organisasi lainnya.
Dalam kepemimpinan transformasional seorang pemimpin harus memberikan ruang atau kesempatan kepada seluruh anggotanya seluas mungkin untuk melakukan sebuah inovasi baik itu inovasi administratif, inovasi pelayanan, inovasi ideologis, inovasi budaya dan seterusnya. Pemimpin yang transformatif memberikan keterbukaan bagi siapa pun untuk melakukan inovasi demi perubahan dan perbaikan organisasi agar semakin mudah tercapainya tujuan. Tabel diatas mendeskripsikan bahwa dalam melakukan inovasi sistem dan budaya organisasi dari yang lama, dalam relasi antara atasan dan bawahan, senior junior atau pengurus dan anggota yakni berdasarkan konsultan dan mediator, tidak lagi menganggap segala keputusan dan perbaikan itu mutlak dari senior, atasan, atau pengurus. Anggota juga diberikan ruang seluas-luasnya untuk juga memberikan inovasi terhadap organisasi. Dalam HMI sudah diwujudkan dalam rapat anggota, rapat bidang, rapat pengurus, dan rapat presidium, segala usulan dan program anggota dan pengurus harus disepakati bersama secara keseluruhan. Tools atau instrumen harus disesuaikan dengan kebutuhan pasca organisasi, memperbaiki tools yang lama. Pertemuan juga harus dibatasi dan terjadwal, penggunaan waktu juga harus di efisien kan dengan menggunakan jam kerja untuk administratif organisasi dan kegiatan lainnya. Indikator program harus ada penilaian, baik menggunakan penilaian kinerja individu atau tim dalam mencapai target tertentu dan penilaian untuk mengukur performa kinerja. Dalam budayanya juga tidak lagi persaingan yang tidak sehat seperti saling menjatuhkan, iri dengki, dan seterusnya namun lebih pada apresiatif pada masing-masing individual kader sesuai dengan afeksi, love language nya masingmasing. Selanjutnya terkait dengan pengawasan yang tidak menggunakan lagi sistem sempat atau tidak sempat, namun lebih pada sistem yang sudah terjadwal baik itu harian, mingguan, bulanan atau triwulanan.
Inovasi-inovasi ini diikuti oleh 4I level kepemimpinan transformasional yakni Pengaruh Ideal (Idealized Influence) dimana pemimpin mampu memunculkan rasa bangga dan mendapatkan respek dan kepercayaan yang tinggi dari kader dengan bekal insan akademis, insan pencipta dan insan pengabdi yang terefleksikan dari Islam yang senantiasa bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang di Ridhoi oleh Allah SWT. Motivasi Inspirasional (inspirational motivation) dimana pemimpin mampu memotivasi, meyakinkan, dan memberikan harapan yang tinggi bagi kader bahwa kemerdekaan individu dalam arti ikhtiar yang diusahakan untuk terciptanya Mission HMI demi kemaslahatan umat dan bangsa Indonesia merupakan kerja-kerja yang mulia sebagai khalifah di bumi ini. Stimulasi Intelektual (intellectual stimulation) pemimpin mampu meningkatkan kecerdasan kader untuk meningkatkan kreativitas dan juga inovasi mereka dalam organisasi juga meningkatkan rasionalitas, dan pemecahan masalah yang cermat dengan pedoman nilai kualitas insan cita HMI, NDP dan seterusnya. Dan yang terakhir adalah Pertimbangan Individual (Individual Consideration) pemimpin mampu memberikan perhatian secara individual dengan konsep afeksi diatas tidak hanya di pandang sebagai kader saja akan tetapi lebih dari itu yakni dilihat sebagai individu dengan kebutuhan, kemampuan dan aspirasi dan afeksi yang berbeda, melatih dan memberikan saran kepada kader serta mendampingi mereka memonitor dan menumbuhkan peluang bagi mereka untuk terus berkembang agar bisa bermanfaat bagi kader secara individu, umat dan bangsa secara kolektif. Sehingga hubungan antara kader dan pemimpin sehat tidak toxic dan lebih luas tidak hanya sebagai rekan kerja akan tetapi sebagai teman yang saling berbagi emosional.
Jadi kesimpulannya adalah, Kepemimpinan transformasional menjadi model kepemimpinan manajemen organisasi yang modern yang banyak diterapkan saat ini karena menawarkan keterbukaan inovasi dalam bidang yang sudah seharusnya relevan dengan kondisi zaman dan cocok dengan budaya organisasi yang menjunjung tinggi meritokrasi dan egaliter khususnya organisasi mahasiswa ekstra kampus yakni HMI. HMI sudah berumur hampir sama dengan Indonesia, sudah melewati sepak terjang dan dinamika umat dan bangsa, tidak diragukan lagi kalau HMI memiliki basis nilai dan struktural yang ajek, namun perkembangan zaman terus berjalan sehingga membutuhkan formulasi baru dengan tetap menggunakan prinsip kualitas insan cita HMI yakni insan akademis, insan pencipta, insan pengabdi, insan yang bernafaskan Islam, insan yang bertanggungjawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang di Ridhoi oleh Allah SWT. nilai tersebut diperkuat dengan kemampuan manajerial yang transformasional dengan konsep 4I Idealized influence, inspirational motivation, intellectual stimulation, dan individual consideration. Begitu juga dengan prinsipnya yakni, simplifikasi, motivasi, fasilitasi, mobilitasi, siap siaga dan tekad. maka tujuan atau implementasi Mission HMI lebih mudah untuk diwujudkan bersama.
Editor : Amrozi
Komentar
Posting Komentar