![]() |
Vian Ruma ditemukan terikat di sebuah pondok kebun di Sikusama, Desa Tonggo, Kecamatan Nangaroro, Kabupaten Nagekeo, pada Jumat (5/9/25) lalu. |
Malang, LAPMI - Aktivis lingkungan asal Flores, Vian Ruma, ditemukan tewas dengan kondisi leher terikat di sebuah gubuk bambu dekat Pantai Sikusama, Desa Tonggo, Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur, Senin (8/9/25). Hingga kini, aparat kepolisian masih melakukan pendalaman dan belum menyampaikan penyebab pasti kematiannya.
Peristiwa tersebut menimbulkan tanda tanya besar. Vian dikenal luas sebagai sosok vokal yang menolak proyek panas bumi (geothermal) di wilayahnya. Bagi keluarga, kematian Vian dipandang janggal sehingga mereka mendesak adanya penyelidikan yang transparan dan menyeluruh. Kondisi jasad korban yang ditemukan dengan tubuh membengkak dan posisi tergantung kian memperkuat kecurigaan bahwa kematian ini tidak wajar.
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Malang turut menyampaikan duka mendalam sekaligus menyerukan pengusutan tuntas. Ketua Bidang Lingkungan Hidup HMI Cabang Malang, Alamsyah Gautama, menegaskan bahwa kematian Vian harus dipandang lebih dari sekadar tragedi personal. “Kematian Vian Ruma bukan sekadar insiden, itu adalah alarm bahwa demokrasi dan hak lingkungan tengah dipertaruhkan. Publik, NGO, dan aparat penegak hukum harus bersatu menuntut fakta, keadilan, dan transparansi. Jika kematian seorang aktivis berlalu tanpa pengusutan tuntas, akan menciptakan ketakutan dan melemahkan gerakan masyarakat sipil,” ujarnya dalam keterangan resmi, Selasa (9/9).
Nada serupa disampaikan Ketua Bidang Hukum dan HAM HMI Cabang Malang, Ahmad Soffan Aly. Ia menilai kasus ini mencerminkan masih lemahnya perlindungan negara terhadap pembela lingkungan. “Kasus ini menggambarkan masih adanya ancaman terhadap kebebasan berpendapat dan hak asasi manusia di negara ini. Polisi harus segera melakukan penyelidikan dan memastikan pelaku diadili sesuai hukum. Negara juga wajib memiliki jaminan perlindungan khusus bagi aktivis lingkungan dan masyarakat yang menolak proyek perusak alam,” tegasnya.
Kematian Vian terjadi di tengah meningkatnya ancaman terhadap pembela lingkungan di Indonesia. Laporan Auriga Nusantara mencatat sedikitnya 133 kasus ancaman terhadap pembela lingkungan sepanjang 2014–2023, termasuk 12 kasus pembunuhan. WALHI juga mendata sebanyak 827 pejuang lingkungan dikriminalisasi pada periode yang sama, dengan enam orang di antaranya meninggal dunia. Sementara itu, laporan Satya Bumi dan Protection International pada 2024 menyebut terdapat 33 kasus serangan yang melibatkan lebih dari 200 individu dan 15 kelompok, dengan pelaku dominan berasal dari aparat dan perusahaan.
HMI Cabang Malang menegaskan, kematian Vian Ruma tidak boleh dibiarkan berlalu tanpa kejelasan. Kasus ini, menurut mereka, harus menjadi momentum perubahan dalam perlindungan aktivis lingkungan dan penegakan demokrasi di Indonesia. Desakan itu mencakup penyelidikan yang terbuka kepada publik, penegakan hukum yang adil bagi keluarga korban, serta jaminan khusus negara agar para pejuang lingkungan dapat menjalankan misinya tanpa ancaman terhadap nyawa mereka.
Editor : Ai Novia H
Komentar
Posting Komentar