![]() |
Wawancara Direktur Eksekutif terpilih LKBHMI Cabang Malang Ahmad Qirom As-suvi (Dokumentasi: Lapmimalang/Muhamad Syauqi M) |
Malang, LAPMI – Perubahan mekanisme pemilihan Direktur Eksekutif Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Mahasiswa Islam (LKBHMI) Badan Koordinasi Nasional (Bakornas) tahun ini mendapat perhatian di kalangan kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Jika sebelumnya dilakukan melalui forum musyawarah nasional, kini mekanisme beralih menjadi seleksi nasional berbasis uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test).
Proses seleksi ini dijalankan oleh 7 orang tim seleksi dengan komposisi 1 koordinator tim seleksi dan 6 anggota tim seleksi yang dibentuk karateker Badan Koordinasi LKBHMI di bawah naungan Pengurus Besar HMI. Para kandidat yang memenuhi persyaratan administrasi selanjutnya mengikuti tahapan fit and proper test yang menilai kapasitas, visi, serta pemahaman kandidat atas dinamika hukum dan organisasi..
LKBHMI Cabang Malang, melalui direktur eksekutifnya menilai bahwa perubahan mekanisme tersebut dapat dipandang sebagai sebuah inovasi dalam tata kelola organisasi yang layak diapresiasi. Meski demikian, LKBHMI Cabang Malang juga mempertanyakan bagaimana keterbukaan hasil penilaian akan dijalankan secara adil dan proporsional. Hingga saat ini, belum ada keterangan resmi mengenai teknis publikasi nilai maupun indikator yang digunakan sebagai tolok ukur.
Musyawarah nasional sebelumnya dikenal sebagai forum deliberatif yang mempertemukan delegasi berbagai LKBHMI cabang. Dengan skema baru, proses seleksi lebih menyerupai mekanisme rekrutmen pejabat publik, di mana penilaian kandidat dilakukan oleh tim seleksi terpusat.
Perubahan ini dinilai memberi warna baru, tetapi juga menuntut kejelasan tata Kelola, dimana keterbukaan informasi menjadi aspek penting untuk memastikan hasil seleksi dapat diterima secara luas.
LAPMI Cabang Malang mewawancarai Ahmad Qiram As-suvi, S.H selaku Direktur Eksekutif terpilih LKBHMI Cabang Malang periode 2025-2026 terkait dinamika ini. Ia menyampaikan bahwa transparansi merupakan prinsip dasar yang perlu dijaga dalam proses seleksi organisasi.
“Prinsip keterbukaan adalah ruh organisasi mahasiswa. Tanpa transparansi, seleksi berpotensi kehilangan legitimasi di mata kader,” ujarnya.
Ia menambahkan, keterbukaan bukan sekadar menyangkut teknis publikasi nilai, melainkan menyentuh aspek fundamental organisasi.
“Jika seleksi dilakukan secara jelas dan akuntabel, siapa pun yang terpilih akan lebih mudah diterima di semua tingkatan. Itu akan memperkuat soliditas lembaga,” katanya.
![]() |
Alur seleksi Nasional Bakornas LKBHMI PB HMI (Dokumentasi: Instagram seleksi_lkbhmipb2025) |
Dalam kajian akademik, mekanisme seleksi kepemimpinan organisasi Mahasiswa dipandang memiliki dampak jangka panjang terhadap kualitas gerakan maupun integritas kader yang dihasilkannya. Ilmuwan politik almarhum Arbi Sanit menegaskan bahwa “komitmen Mahasiswa yang masih murni terhadap moral berdasarkan pergulatan keseharian mereka dalam mencari dan menemukan kebenaran lewat ilmu pengetahuan yang digeluti adalah sadar politik mahasiswa. Karena itu, politik mahasiswa digolongkan sebagai kekuatan moral” (Arbi Sanit, Reformasi Politik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar). Pandangan ini menekankan bahwa mahasiswa, melalui arena organisasi, bukan sekadar membangun kapasitas kepemimpinan, melainkan juga merawat nilai moral yang menjadi basis gerakan.
Sejalan dengan pemikiran tersebut, Direktur Eksekutif LKBHMI Cabang Malang menilai pentingnya menjaga nilai demokrasi internal dalam setiap proses pemilihan. Menurutnya, “LKBHMI adalah lembaga strategis di bidang hukum. Maka, proses pemilihan di tingkat nasional perlu menunjukkan praktik keterbukaan agar relevan dengan peran yang diemban.” Pernyataan ini mempertegas bahwa konsistensi terhadap prinsip demokrasi tidak hanya menyangkut legitimasi internal organisasi, melainkan juga relevan dengan posisi strategis lembaga dalam masyarakat luas.
Literatur tata kelola organisasi turut menegaskan urgensi tersebut. Konsep good governance yang dirumuskan UNDP (United Nations Development Programme) misalnya, menempatkan transparansi sebagai salah satu pilar utama, sejajar dengan akuntabilitas dan partisipasi. Dengan demikian, prinsip keterbukaan bukan hanya tuntutan internal organisasi mahasiswa, tetapi juga bagian dari standar tata kelola modern yang berlaku secara universal. Oleh karena itu, penerapan mekanisme seleksi kepemimpinan yang demokratis, transparan, dan akuntabel menjadi landasan penting dalam memastikan organisasi mahasiswa tetap relevan dengan nilai moral sekaligus praktik tata kelola yang baik.
Hingga berita ini diturunkan, PB HMI melalui tim karateker Bakornas LKBHMI belum memberikan keterangan resmi terkait teknis transparansi dalam Seleksi Direktur Eksekutif Bakornas LKBHMI PB HMI. Menurut Direktur Eksekutif LKBHMI Cabang Malang, komunikasi terbuka dapat menjadi langkah sederhana untuk mencegah kesalahpahaman.
“Cukup dengan mekanisme yang jelas—misalnya publikasi indikator penilaian—maka proses seleksi bisa lebih mudah diterima oleh seluruh kader,” katanya.
Ia menekankan bahwa legitimasi Direktur Eksekutif LKBHMI Bakornas akan berpengaruh pada citra lembaga ke depan.
“Jika prosesnya dipahami dengan baik, maka kepercayaan kader akan terjaga. Itu penting sebagai modal lembaga dalam menjalankan advokasi hukum,” tutupnya.
Sorotan dari LKBHMI Cabang Malang mencerminkan perhatian kader terhadap perubahan mekanisme seleksi di tingkat nasional. Bagi mereka, inovasi dalam tata kelola organisasi perlu disertai prinsip keterbukaan agar selaras dengan nilai demokrasi dan akuntabilitas.
Sebagai lembaga pengembangan profesi para kader HMI di bidang hukum, LKBHMI memegang peran strategis dalam mengawal isu hukum dan advokasi. Karena itu, transparansi proses seleksi di tingkat nasional dipandang sebagai langkah krusial untuk menjaga kepercayaan dan keberlanjutan peran lembaga di internal HMI dan ditengah masyarakat.
Editor : Ai Novia H
Komentar
Posting Komentar