Langsung ke konten utama

DPR RI: Wajah Tamak Wakil Rakyat, Ironi Demokrasi Indonesia

 

Ahmad Soffan Aly
(Ketua Bidang Hukum dan HAM HMI Cabang Malang)

Malang, LAPMI- Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) sungguh sangat ironis, bukan prestasi atau kebijakan pro rakyat yang menjadi perbincangan publik malah sebaliknya, wajah senyum pasi diatas seonggok leher kekuasaan selalu membuat hati bergeming dan menimbulkan efek kemarahan kolektif. Seorang wakil rakyat dengan jas rapi bertahta uang pajak seorang pengepul botol, pengirim koran dan buruh-tani kelaparan masih belum membuat dirinya kenyang malah menjadi-jadi pribadi tamak dan rakus sejadi-jadinya.

 Terdapat banyak aksi penolakan dan unjuk rasa yang dilakukan oleh setiap lapisan masyarakat terhadap isu-isu nasional yang saat ini sedang panas disuarakan, baik permasalahan tunjangan dan gaji DPR RI ditengah kemisikinan yang dirasakan oleh masyarakat penjuru negeri dan masalah lain seperti pengesahan R-KUHAP yang sedang digencarkan padahal masih terdapat pasal bermasalah serta minim keterlibatan masyarakat dan juga program MBG (Makan Bergizi Gratis) masih banyak yang perlu evaluasi.

 Bahkan perhari ini (28 Agustus 2025) sedang ada gelombang penolakan diantaranya dilakukan oleh golongan buruh, mahasiswa dan kelompok masyarakat di depan Gedung DPR-MPR RI menuntut penolakan gaji dan tunjangan DPR RI. Unjuk rasa di berbagai daerah seperti seperti Pontianak dan Mataram juga tak hentinya disuarakan dimotori oleh mahasiswa sebagai penyambung lidah rakyat. Tidak menutup kemungkinan akan ada gelombang penolakan secara kolektif di berbagai daerah menyusul untuk menolak kenaikan tunjangan DPR tersebut.

 Kenaikan biaya tunjangan yang diterima oleh DPR RI secara rinci antara lain tunjangan beras naik dari Rp 10.000.000.00-, menjadi Rp 12.000.000.00-, per bulan. Sementara itu, tunjangan bensin dinaikkan menjadi Rp 7.000.000.00-, juta per bulan dari sebelumnya Rp 4.000.000.00-, sampai dengan 5.000.000.00-, per bulan. Selain tunjangan yang naik, anggota DPR juga menerima tunjangan rumah sebesar Rp 50.000.000.00-, per bulan sebagai kompensasi tidak lagi mendapat rumah dinas. Kenaikan tunjangan ini menambah deretan pendapatan yang diterima legislator.

 Kebijakan Pemerintah dan DPR RI sungguh sangat menyakiti hati rakyat ditengah kalutnya angka kemiskinan yang tinggi, pengangguran semakin naik, kasus pemberantasan korupsi dan sedikitnya lapangan pekerjaan untuk para pemuda dan sarjana. Secara demografis Indonesia yang besar dengan pendapatan rata-rata rendah, usulan kenaikan gaji justru berpotensi memperburuk krisis kepercayaan publik. Dengan sekitar 150 juta penduduk berpenghasilan rendah, jarak sosial-ekonomi dengan elit politik menjadi semakin lebar. Kebijakan semacam ini bukan hanya menciptakan kebencian publik, tetapi juga dapat menjadi sinyal negatif bagi iklim investasi asing.

 Tanpa adanya kebijakan tersebut gaji dan tunjangan DPR RI sudah sangat fantastis, demikian menurut Prof. Mahfud Md berkata “bagi setiap anggota dewan tidak bekerja pun (tidak ngapa-ngapain) di parlemen itu bisa puluhan juta diterima”. Jika dilihat besaran gaji dan tunjangan anggota DPR RI maka Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 75 Tahun 2000 tentang Gaji Pokok Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Anggota Lembaga Tinggi Negara, besaran gaji pokok bulanan untuk DPR adalah sebagai berikut:

• Ketua DPR : Gaji Pokok(5.040.000,00), Tunjangan Kehormatan(6.690.000), Tunjangan Komunikasi Intensif (16.468.000), Tunjangan Peningkatan Fungsi Pengawasan dan Anggaran(5.250.000), Biaya Langganan Listrik dan Biaya Telepon(3.500.000 dan 4.200.000)

• Wakil Ketua DPR : Gaji Pokok(4.620.000,00),  Tunjangan Kehormatan(6.450.000), Tunjangan Komunikasi(16.009.000), Tunjangan Peningkatan Fungsi Pengawasan dan Anggaran(4.500.000), Biaya Langganan Listrik dan Biaya Telepon (3.500.000 dan 4.200.000)

• Anggota DPR : Gaji Pokok(4.200.000,00), Tunjangan Kehormatan(5.580.000), Tunjangan Komunikasi(15.554.000), Tunjangan Peningkatan Fungsi Pengawasan dan Anggaran(3.750.000),  Biaya Langganan Listrik dan Biaya Telepon(3.500.000 dan 4.200.000)

 Anggota DPR menerima berbagai jenis tunjangan yang besarannya disesuaikan dengan jabatan masing-masing. Ketentuan ini diatur dalam Surat Menteri Keuangan Nomor S-520/MK.02/2015 serta Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1980. Selain itu, anggota DPR mendapatkan bantuan untuk menunjang kegiatan bulanan, yang meliputi biaya langganan listrik, telepon bahkan tunjangan rumah.

Bahkan diantara jejeran tunjangan yang diterima oleh DPR masih terdapat tunjangan lain berdasarkan Surat Edaran (SE) Setjen DPR RI Nomor KU.00/9414/DPR RI/XII/2010, berbagai tunjangan yang diberikan secara rutin kepada para wakil rakyat, di antaranya :

Tunjangan Jabatan

Tidak semua anggota memiliki jabatan struktural, tetapi mereka tetap mendapat tunjangan jabatan. Besarannya paling dasar ada di anggota biasa, dan bisa lebih tinggi kalau mereka duduk di kursi pimpinan komisi atau badan.

Ketua DPR RI: Rp18.900.000

Wakil Ketua DPR RI: Rp15.600.000

Anggota DPR RI: Rp9.700.000

Uang Sidang/Paket

Uang sidang/paket adalah dana operasional bulanan yang bisa dipakai anggota DPR agar sidang berjalan lancar. Penggunaannya bebas baik untuk konsumsi, alat tulis, atau kebutuhan teknis lain. Nominalnya Rp2.000.000 per bulan dan berlaku untuk semua level.

Tunjangan PPh Pasal 21

Tunjangan ini diberikan sebagai subsidi pajak dari negara, sehingga penghasilan mereka bersih dan tidak perlu dipotong pajak lagi. Nominalnya juga sama rata, yaitu Rp2.699.813 per bulan. Neraca melansir bahwa pajak gaji DPR memang seolah ditanggung negara, tetapi ini menimbulkan polemik karena DPR bukan PNS. Jadi, belum jelas apakah memang bisa ditanggung secara otomatis. Namun yang pasti, tunjangan ini memang diterima setiap bulan.

Asisten Anggota

Dana ini diberikan khusus untuk membayar asisten guna meringankan tugas harian anggota, misalnya untuk mengurus administrasi, melakukan koordinasi dan komunikasi, serta operasional harian lainnya. Semua anggota mendapatkan tunjangan ini sebesar Rp2.250.000 per bulan.

Fasilitas Kredit Mobil

Sebetulnya, ini bukan tunjangan bulanan dan diberikannya satu kali selama satu periode jabatan (biasanya 5 tahun). Fasilitas kredit ini berupa potongan uang muka atau dana bantuan untuk pembelian mobil pribadi sebagai pengganti mobil dinas. Masing-masing anggota mendapatkan kurang lebih Rp70.000.000 per periode jabatan.

Tunjangan Keluarga

Anggota DPR juga mendapatkan tunjangan keluarga yang terdiri dari tunjangan istri/suami dan tunjangan anak (maksimal dua anak). Adapun nominalnya yaitu:

Tunjangan istri/suami: Rp 420.000 per bulan

Tunjangan anak: Rp 168.000 per anak

Maka, jika punya dua anak, tunjangan anak yang didapatkan totalnya Rp336.000 per bulan.

Tunjangan Beras

Tunjangan berasa adalah tunjangan lain yang diberikan kepada anggota sebagai pengganti pemberian beras secara langsung.Besarannya ditentukan berdasarkan jumlah jiwa dalam keluarga anggota, maksimal untuk 4 jiwa (umumnya anggota sendiri, pasangan, dan dua anak). Setiap jiwa mendapat Rp30.090 per bulan. Jadi, jika punya keluarga lengkap (4 jiwa), total yang diterima sekitar Rp120.360 setiap bulan.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1980, anggota DPR juga berhak atas tunjangan lain yang berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS), seperti tunjangan keluarga, tunjangan pangan/beras, Tunjangan Hari Raya (THR), dan gaji ke-13. Regulasi yang sama juga mengatur hak untuk mendapatkan pengobatan dan perawatan jika mengalami sakit atau kecelakaan akibat tugas, sesuai dengan ketentuan yang berlaku bagi PNS.

Mungkin karena sudah sering mendapat banyak tunjangan dan fasilitas mewah, sense of crisis para wakil rakyat pun turut sirna. Kepekaan dan empati yang tinggi entah ada di mana. Dalam sistem sekuler kapitalisme, sungguh sulit menemukan sosok wakil rakyat atau penguasa yang benar-benar peduli pada rakyat. Kebanyakan para pejabat itu hanya cari muka kepada rakyat saat kontestasi pemilu. Setelah terpilih, rakyat dilupakan dan diabaikan bagai kacang lupa kulitnya, bagai orang lupa daratan.

Sistem sekuler-kapitalisme yang menjauhkan Islam dari kehidupan menjadikan para pejabat terlena dengan berbagai kenikmatan dunia yang ditawarkan dari kebobrokan sistem ini. Lahirlah anggota dewan yang nir-empati, kebijakan pun sarat kepentingan politis pribadi dan kelompoknya sendiri sehingga apatis terhadap kondisi rakyat bahkan jahat terhadap rakyatnya sendiri sebagaimana contohnya ucapan Wakil Ketua Komisi III DPR RI dari fraksi partai Nasdem yang mengatakan orang yang mau membubarkan DPR adalah orang tolol, kemudian Deddy Sitorus, Anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, setelah pernyataannya yang menyebut masyarakat kecil sebagai rakyat jelata viral di media sosial. Sungguh sangat tragis apa yang diucapkan oleh anggota perwakilan rakyat kita se-tragis kinerjanya di DPR.

Jabatan dan kekuasaan menjadi alat untuk meraih kekayaan. Meski diberi gaji dan tunjangan mewah, hal itu tidak mencegah mereka berbuat khianat kepada rakyat. Contohnya kasus korupsi yang kerap menyeret wakil rakyat. KPK mencatat terdapat 385 anggota DPR/DPRD yang terjerat kasus tindak pidana korupsi sepanjang 2004—2024. Itu baru data yang terungkap, sedangkan yang tidak terungkap dan tertangkap bisa jadi lebih banyak.

Ada sebuah ungkapan Lord Acton tentang kekuasaan, "Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely" (Kekuasaan cenderung merusak, dan kekuasaan absolut merusak secara absolut). Dalam situasi krisis fiskal, kenaikan gaji dan tunjangan DPR bukan hanya tidak sensitive, namun membuka ruang pengkhianatan terhadap mandat masyarakat banyak. Rakyat butuh bukti kerja nyata, bukan berita tentang fasilitas mewah dan kenaikan gaji serta tunjangan DPR. Seharunya DPR-RI fokus dalam pengawasan terhadap program pemerintah, menyerap aspirasi dan permasalahan rakyat serta melakukan perombakan terhadap kinerjanya sendiri yang saat ini masih ugal-ugalan dalam mekanisme legislasi terutama dalam hal penyerapan aspirasi yang bermakna. Sehingga lagi-lagi rakyat menjadi korban atas kedzaliman penguasanya sendiri, rakyat dituntut untuk melakukan ini dan itu sedangkan para penguasa berlenggak-lenggok menikmati kemewahan diatas penderitaan rakyatnya sendiri. Perlu dilakukan evaluasi terkait dengan gaji maupun tunjangan yang tidak relevan dengan kondisi negara. Hapuskan tunjangan-tunjungan yang membebani keuangan negara agar efisiensi bukan hanya sekadar bualan saja.


Penulis : Ahmad Soffan Aly
Editor   : Muhammad Ali Makki


Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERGURUAN TINGGI SEBAGAI PENYUMBANG DOSA DALAM DEMOKRASI INDONESIA

  Sahidatul Atiqah (Jihan) Departemen PSDP HMI  Komisariat Unitri Pada hakikatnya perguruan tinggi memiliki posisi strategis, yaitu menjadi instrumen mencerdaskan kehidupan bangsa.  Dari perguruan tinggi lahir generasi-generasi penerus yang berkapasitas baik untuk membangun dan meneruskan estafet kepemimpinan bagi sebuah bangsa. Selain itu perguruan tinggi memiliki tugas dan peran yang termuat dalam Tri Dharma salah satunya adalah pengabdian, perguruan tinggi memiliki ruang lingkup pengabdian yang luas, termasuk dalam ranah politik dan demokrasi yang membutuhkan kontribusi dari pihak-pihak terkait di perguruan tinggi. Dengan kata Lain kampus tidak hanya menjadi tempat menuntut ilmu tetapi juga menjadi garda terdepan dalam membentuk pemikiran kritis dan berpartisipasi aktif dalam mengawal demokrasi. Kampus tidak boleh mengabaikan keterlibatan dalam isu politik. Oleh karena itu, perguruan tinggi memiliki tanggung jawab moral untuk ikut serta dalam mengawasi, mengawal, dan m...

Sebuah Wacana Menjelang Pilkada 2024

  Zul Fahmi Fikar (Ketua Bidang Pemberdayaan dan Pembangunan Desa, HMI Cabang Malang) Kesejahteraan sebuah negara dilihat dari seorang pemimpinnya, demikian pula Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) harus dijadikan sebagai proses demokrasi yang sehat, kita sebagai masyarakat awam harus mampu menghindari politik transaksional yang membudaya di bangsa ini, agar pemilihan kepala daerah mendatang lebih bersih dan jauh dari kata curang, kotor dan lain sebagainya.  Karena 5 tahun ke depan bukan persoalan menang ataupun kalah dari kontestasi politik hari ini, akan tetapi bagaimana kita sama-sama fokus pada perubahan di setiap daerah yang kita tempati,berangkat dari itulah mengapa pentingnya kita sebagai warga negara Indonesia perlu jeli dalam menentukan pilihan, sebab dosa mendatang yang diperbuat oleh kepala daerah yang terpilih itu merupakan dosa besar kita bersama.  27 November 2024, pesta demokrasi akan diselenggarakan, yang mana kita sebagai masyarakat sama-sama berharap ...

Demi Party di Yudisium, Kampus UIBU Malang Poroti Mahasiswa

  Kampus UIBU Malang dan Surat Edaran tentang Pelaksanaan Yudisium Malang, LAPMI - Universitas Insan Budi Utomo Malang yang biasa disebut kampus UIBU akan menggelar acara yudisium dengan tarif 750.000. Sesuai informasi yang beredar yudisium tersebut akan digelar pada hari Rabu (14 Agustus 2024) dan akan dikonsep dengan acara Party/Dj. Hal tersebut membuat kontroversi di kalangan mahasiswa UIBU lantaran transparansi pendanaan yang tidak jelas dan acara yudisium yang dikonsep dengan acara party/DJ. Salah satu mahasiswa berinisial W angkatan 2020 saat diwawancarai mengatakan bahwa Yudisium yang akan digelar sangat tidak pro terhadap mahasiswa dan juga menyengsarakan mahasiswa dikarenakan kenaikan pembayaran yang tidak wajar dan hanya memprioritaskan acara Party/Dj. “Yudisium yang akan digelar ini konsepnya tidak jelas dan tidak pro mahasiswa, tahun lalu tarifnya masih 500.000 tapi sekarang naik 250.000 menjadi 750.000, teman-teman kami tentu banyak yang merasakan keresehan ini. Pihak...